PENDAHULUAN
Latar belakang
Seiring perkembangan pembangunan, petani dan
masyarakat perdesaan. Indonesia sudah banyak berubah dan berkembang. Pendidikannya
sudah lebih baik, berwawasan kosmopolit dan telah mampu berkomunikasi secara
impersonal melalui media. Kondisi ini membuka peluang ditingkatkannya usaha-usaha komunikasi
pembangunan melalui media massa. Dukungan media massa diperlukan, antara lain
karena media massa dapat menumbuhkan suasana yang kondusif bagi pembangunan dan
dapat memotivasi serta menggerakkan peran serta masyarakat dalam pembangunan. Salah
satu bentuk media massa yang potensial untuk mendukung pemberdayaan masyarakat
perdesaan adalah radio.
Sedangkan jika kita tinjau dalam bidang pendidikan,
sebagai salah satu indikator penting
ketercapaian kualitas pembangunan manusia adalah pendidikan. Dan pendidikan
menjadi garapan yang memperoleh perhatian serius disamping aspek kesehatan dan
ekonomi. Keseriusan penanganan terhadap
bidang pendidikan dipicu oleh kenyataan
yang menggambarkan masih banyaknya jumlah sasaran didik yang belum
terlayani kebutuhan belajarnya melalui
pendidikan formal akibat
beragam keterbatasan. Karena
alasan itu, perlu
dikembangkan strategi penanganan
lain, yakni melalui jalur
pendidikan non formal
(pendidikan luar sekolah)
yang berfungsi sebagai akselerator,
jalur alternative, dan
katalisator peningkatan indeks pendidikan.
Esensi
dari alternatif model
strategi ini adalah
terbukanya peluang secara lebih
luas dan lebih
luwes bagi masyarakat
yang kurang beruntung secara sosial,
ekonomi, dan kultural, untuk
memperoleh pemerataan kesempatan dan
akses kepada pelayanan
pendidikan, terutama pada
jenjang pendidikan dasar, dengan
mutu yang memadai
standar minimal, dapat dipertanggungjawabkan serta memberikan
manfaat sebagai bekal hidup yang strategis. Komunitas ini mungkin termasuk ke dalam kategori yang terpaksa putus studi
dan atau tidak
dapat melanjutkan studi,
terisolir, terpinggirkan karena berbagai
hal termasuk korban
bencana alam, bencara
sosial politik, dan sebagainya.
Dengan lebih luas
diartikan daya akses
dapat menjangkau peserta didik
sebanyak mungkin melalui berbagai alternatif jaring pelayanan strategis yang
tersedia di masyarakat.
Sedangkan dengan lebih
luwes diartikan sebagai mudah
diakses setiap saat dan tidak
terikat dengan formalitas kultural
dan prosedural seperti
pada institusi pendidikan
formal.
Dengan terencana,
dimaksudkan bahwa cakupan
dan kandungan isi/materi program pembelajarannya dipersiapkan
sebagaimana mestinya, serta
mutu yang teruji berdasarkan
kriteria standar keberhasilan
minimal dan berkelayakan
memperoleh sertifikasinya. Kenyataan
inilah yang menjadi dasar
pertimbangan perlunya pengembangan
sistem pembelajaran jarak jauh
berbasis penyiaran radio
komunitas pada jalur
pendidikan non formal. Melalui
sistem pembelajaran ini,
keterbatasan-keterbatasan di atas diharapkan dapat diatasi secara tepat
dan lebih baik.
Rumusan
Masalah
Apakah radio komunitas bisa
menjadi sebagai salah satu alat atau media alternatif yang berperan untuk
memberdayakan masyarakat dan pendidikan non formal bagi masyarakat luas?
Tujuan
penulisan
Karya tulis ini
bertujuan untuk memberikan gagasan dalam menyelesaikan masalah pemberdayaan
masyarakat dan pendidikan formal yang tidak bisa dinikmati oleh semua orang khususnya
yang ada di daerah Rowosari Tembalang Semarang, melalui Radio Komunitas.
Manfaat
penulisan
Karya tulis ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara
lain:
1.
Mengetahui bagaimana melakukan pemberdayaan masyarakat
menggunkan media radio komunitas.
2.
Mengetahui peranan radio komunitas sebagai media penyiaran
alternatif di masyarakat pedesaan.
3.
Mengetahui model pendidikan non formal dengan menggunakan
media penyiaran radio komunitas.
4.
Memberikan gagasan baru bagi pemerintah untuk memperbaiki
system pendidikan formal.
TINJAUAN PUSTAKA
Apa itu radio
komunitas?
Beragamnya
pemahaman tentang radio
komunitas membuat orang terkadang masih simpang siur akan definisi
yang paling cocok mengenai radio komunitas. Beberapa ahli menyebut radio
komunitas sebagai radio alternatif, radio lokal, radio independen, atau radio
pembebasan. AMARC (Association
Mondiale Des Radiodiffuseurs Communautaires) atau Organisasi Pegiat
Radio Komunitas Seluruh
Dunia tidak memberikan definisi atau
rumusan pengertian secara
khusus. Organisasi ini
lebih memilih menyatakan prinsip-prinsip radio komunitas. Untuk membedah
soal apa itu radio komunitas ada baiknya kita melihat berbagai definisi yang
ada.Undang-Undang Nomor 32
tahun 2002 Tentang
Penyiaran telah menyebutkan apa
dan bagaimana penyiaran
komunitas. Dapat disimak
pasal-pasal yang menjelaskan hal itu dalam boks.
1. Pasal 21 Ayat 1 :
(a) Badan hukum Indonesia
(b) Didirikan oleh komunitas tertentu
(c) Bersifat independen
(d) Tidak swasta
(e) Berdaya pancar rendah
(f) Jangkauan terbatas
(g) Melayani kepentingan komunitasnya
2. Pasal 21 Ayat 2 :
(a) Tidak merupakan bagian
dari perusahaan yang
mencari keuntungan semata.
(b) Untuk mendidik dan memajukan masyarakat.
3. Pasal 21 Ayat 3 :
(c) Tidak untuk
kepentingan propaganda bagi
kelompok atau golongan tertentu.
AMARC tidak mendefinisikan secara khusus apa itu radio
komunitas. Akan tetapi dalam
website (www.amarc.org) terdapat
tiga esensi yang mencirikan
sebuah radio komunitas:
(1) Tidak mencari keuntungan,
(2) kepemilikan dan kontrol ada pada komunitas, dan
(3) partisipasi komunitas.
Beberapa pendapat yang disadur dalam website merupakan
komentar beberapa pihak
mengenai radio komunitas yang
intinya komunikasi adalah sebuah hak:
·
Radio yang menjadi pendorong bagi partisipasi warga dan juga
sebagai upaya mempertahankan kepentingan mereka, semua ide di diskusikan dalam
program siaran dan
semua pendapat dihormati, ketika
semua setiap kata-kata orang disiarkan tanpa diskriminasi dan disensor, inilah
namanya radio komunitas.
·
Suara bagi mereka yang tak mampu bersuara (the voice of the voiceless).
·
Corong bagi mereka
yang tereksploitasi, secara umum merupakan sebuah alat bagi pembangunan masyarakat
·
Radio komunitas bukan
merupakan sesuatu yang diperuntukkan untuk komunitas, tetapi
tentang komunitas yang melakukan sesuatu buat mereka sendiri.
·
Stasiun radio yang
terkait dengan hak
azasi manusia dan memiliki
perhatian terhadap lingkungan tunduk dan menghormati kode etik
jurnalis dan bekerja untuk diseminasi budaya.
·
Radio komunitas telah menjadi sebuah alat yang cukup berarti
bagi pengembangan masyarakat.
Akan
menjadi lebih mudah
jika kita kemudian
juga melihat perbandingan
beberapa indikator yang membedakan
antara radio swasta, publik, dan komunitas melalui tabel di bawah ini:
Tabel 1.1: perbandingan radio swasta, public dan
komunitas
Swasta
|
Publik
|
Komunitas
|
|
Inisiatif
penyusunan
materi
siaran
|
Pengelola
berdasarkan hasil
rating (peringkat)
dari surveyor dan
juga selera/
kreativitas para
pengelola
|
Pengelola
berdasarkan
keputusan
manajemen
|
Pengelola
berdasarkan hasil
diskusi dan
kesepakatan
bersama
komunitasnya
|
Orientasi
materi siaran
|
Diarahkan kepada
segmen pasar
yang disasar
|
Luas untuk
informasi kepada
publik dari
berbagai kalangan
|
Kepentingan dan
kebutuhan warga
di wilayah
tersebut
|
Sumber
Informasi
|
Berasal dari
informasi resmi,
pejabat formal
pemerintah/punya
nama besar, tokoh
selebritis
|
Pejabat formal
menurut
pemerintah
|
Tidak harus
pejabat, bisa
orang biasa,
tokoh informa
petani, orang
miskin dsbnya
|
Keragaman
tema
|
Cenderung
mengikuti
keinginan dan
selera pasar
|
Cenderung
mengikuti
keinginan dan
norma
|
Bergantung
kepada tema-
tema yang
dibutuhkan warga
setempat
|
Menggunakan
bahasa-bahasa
formal dan kaku
|
Pakem dan
dialek
|
Cenderung
mengikuti gaya
bicara orang kota
(Jakarta)
|
Lebih mengikuti
dialek lokal dan
kebiasaan
berbicara
setempat
|
Selain pihak yang
berwenang saat
ini masih
dikontrol oleh
pemerintah
karena
membiayainya
|
Kontrol
terhadap isi
siaran
|
Selain pihak yang
berwenang,
pemilik dan juga
pengiklan
mengontrol isi
siaran
|
Selain pihak
berwenang
adalah warga
masyarakat
langsung dan juga
Dewan Penyiaran
Komunitasnya
|
Gambaran
Penyelenggaraan Radio Komunitas di Indonesia
Lembaga penyiaran komunitas merupakan hal yang relatif
baru diIndonesia, dan mulai
bermunculan seiring bergulirnya era reformasi. Sebagai perbandingan dengan pengalaman negara lain (Ghazali,
2002), Swedia memiliki lebih dari 2.000 radio komunitas,
dan di Denmark terdapat sekitar 300 radio komunitas yang memberikan akses kepada 96 persen dari total jumlah
penduduknya.
Radio komunitas telah banyak dimanfaatkan oleh
berbagai kelompok warga masyarakat di
desa-desa seperti di Jogjakarta, Klaten, Subang dan beberapa tempat lain di luar Jawa. Berbagai contoh yang menarik
seperti terdapat di Desa Srumbung, sebuah desa
di kaki Gunung Merapi, Jawa Tengah. Radio komunitas sangat bermanfaat sebagai "Early Warning
System" atas aktivitas-aktivitas letusan Gunung Merapi yang sangat
membahayakan itu. Radio ini dikelola oleh warga masyarakat bekerjasama dengan Badan Vulkanologi Merapi untuk
sedini mungkin memberitakan aktivitas gunung Merapi agar segera diantisipasi oleh warga
masyarakat setempat sebagai peringatan dini untuk segera menghindari bahaya
letusan (Tambuhak Sinta, 2002).
Di Desa Kapungan, Kecamatan Polanharjo Kabupaten
Klaten Jawa Tengah, radio komunitas dikelola sendiri oleh warga masyarakat desa
setempat sebagai media komunikasi dan pencerdasan di antara mereka. Berbagai
macam hal dapat dikomunikasikan melalui siaran radio ini, termasuk
hiburan-hiburan bagi warganya. Sebagai sarana pencerdasan bagi warga masyarakat,
salah satunya adalah dengan menanggapi kampanye penggunaan pupuk kimia dan
pestisida yang ternyata justru merusak struktur tanah dan lahan pertanian.
Melalui radio komunitas, masyarakat Desa Kapungan mampu menggalang opini dan
semangat warganya untuk membuat pupuk kompos sebagai pengganti pupuk kimia dan
pestisida (Tambuhak Sinta, 2002).
Operasional
Karena
perannya sebagai alat
bagi warga masyarakat
untuk mewujudkan
demokratisasi di tingkat
lokal, maka di dalam menjalankan siarannya
yang diutamakan bukan
pada soal kualitas suara penyiar, kualitas audio peralatannya,
atau bahkan kepiawaian dalam memproduksi siaran, tetapi lebih kepada bagaimana
isi siaran benar-benar merupakan upaya
pemenuhan kebutuhan warga masyarakat akan informasi dan
komunikasi.
Pengelola
radio komunitas sering
terjebak pada keinginan
untuk sesegera mungkin meningkatkan jam siarannya, sehingga jumlah jam siaran
dalam seharinya cukup panjang. Padahal penentuan lamanya siaran harus didahului
dengan identifikasi terhadap kebutuhan warga masyarakat akan waktu dan berapa
lama siaran yang tepat agar radio dapat
selalu didengar oleh komunitasnya. Disamping
itu mempertimbangkan kapasitas
yang ada, baik
kapasitas pengelola yang terbatas
(keterbatasan waktu para
penyiar, kemampuan memproduksi siaran)
maupun terbatasnya dana
untuk membiayai
operasional radio. Akibatnya jam siaran yang panjang menjadi beban pengelola
radio yang akhirnya kesulitan untuk memenuhinya. Bahkan sering kali untuk
mempertahankan waktu dan lama siaran tersebut, yang dijalani hanyalah
memperdengarkan lagu-lagu saja tanpa ada siaran yang berkualitas.
Tidak ada rumusan yang pasti mengenai hal ini. Namun
sebaiknya ada pembagian tugas yang merata dan adil di antara penyiar dan juga
di antara pengelola. Jangan
sampai ada ketidak
seimbangan beban antara
pengelola. Adapun yang harus dipikirkan bagaimana kegiatan radio komunitas
ini tidak membuat
seseorang harus terganggu waktunya (terutama waktu untuk
mencari penghasilan) karena harus setiap
hari selama berjam-jam
berada di studio.
Juga, jika harus berada dalam waktu yang cukup lama di
studio, tidak ada yang boleh merasa terpaksa untuk melakukannya. Jumlah
pengelola dan penyiar sangat tergantung
pada struktur organisasi
dan juga lamanya bersiaran. Semakin panjang jam siaran,
semakin banyak dibutuhkan penyiar. Akan berbeda kebutuhan penyiar bagi radio
yang siaran per harinya hanya selama
4 jam dibanding
dengan kebutuhan penyiar bagi radio yang siaran per harinya 8
jam.
METODE
PENULISAN
Sumber dan
Jenis Data
Data-data
yang dipergunakan dalam karya tulis ini bersumber dari berbagai referensi atau
literatur yang relevan dengan topik permasalahan yang dibahas. Validitas dan relevansi
referensi yang digunakan dapat dipertanggungjawabkan. Jenis data yang diperoleh
berupa data sekunder yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif.
Pengumpulan
Data
Penulisan
karya tulis ini dilakukan dengan menggunakan studi pustaka dengan menelusuri
rujukan terkini yang terkait dengan topik utama permasalahan. Literatur yang
digunakan merupakan literatur yang telah dikaji validitasnya dan mendukung
dalam penguraian masalah.
Analisis dan
Sintesis Data
Setelah data
terkumpul, kami melakukan penyusunan data dengan sistematis dan logis. Gagasan
penulis dalam mengembangkan gagasan peranan radio komunitas sebagai media
pemberdayaan masyarakat dan pendidikan non formal berasal dari pengamatan
empiris dan hasil analisis berbagai rujukan. Radio komunitas bisa berperan
sebagai salah satu media alternative yang bisa digunakan untuk pemberdayaan
masyarakat terutama di pedasaan, sebagia media promosi inisiatif masyarakat,
pengentasan kemiskinan dan pendidikan non formal dengan system jarak jauh. Selanjutnya
dilakukan penarikan kesimpulan dan saran yang dibutuhkan demi mendukung gagasan
yang kami usulkan.
ANALISIS DAN SINTESIS
Peranan Siaran Radio dalam
Pembangunan Pertanian dan Perdesaan
Pembangunan pertanian
dan pedesaan yang telah dilaksanakan selama ini, disatu sisi telah berhasil
mengubah wajah pertanian dan perdesaan Indonesia. Disamping perubahan di bidang
prasarana fisik, teknologi dan produktivitas pertanian, para petani Indonesia
juga telah berubah secara nyata. Secara makro populasi petani telah menjadi lebih
kecil jumlahnya secara persentase tetapi lebih tinggi kualitasnya, yang
ditandai oleh lebih baiknya tingkat pendidikan mereka, lebih mengenal kemajuan,
kebutuhan dan harapan-harapannya meningkat, dan pengetahuan serta keterampilan
bertaninya juga jauh lebih baik.Dengan memperhatikan keadaan dan perubahan
pembangunan pertanian dewasa ini beserta tantangan-tantangan yang ada, sangat
perlu dipersiapkan strategi pendidikan masyarakat perdesaan yang efektif dalam
menunjang pembangunan.
Hal ini mengingat kegiatan pendidikan masyarakat
perdesaan melalui penyelenggaraan penyuluhan pertanian belum dapat memenuhi
aspirasi dan kepentingan masyarakat sasaran. Beberapa hasil penelitian
melaporkan bahwa keadaan penyuluhan pertanian di Indonesia sampai pertengahan
tahun 1990-an kurang memberi dukungan kepada kebutuhan petani-nelayan,
penerapan prinsip-prinsip agribisnis, sumberdaya, keterpaduan antar lembaga,
otonomi daerah dan peranserta masyarakat (Harun, R.,1996).
Salah satu strategi pendidikan masyarakat perdesaan
yang dapat ditempuh adalah melalui media massa seperti siaran radio. Menurut
Schram (1964) dalam Depari, dan MacAndrews (1995), peranan utama yang dapat
dilakukan media massa dalam pembangunan adalah membantu memperkenalkan perubahan
sosial. Dalam hal ini media massa dapat dimanfaatkan untuk merangsang proses
pengambilan keputusan, memperkenalkan usaha modernisasi, serta menyampaikan
program pembangunan kepada masyarakat perdesaan. Dengan kata lain peranan media
massa adalah sebagai agen pembaharu (Agent of social change).
Di banyak negara berkembang di Asia, Afrika dan
Amerika Latin, radio umumnya telah menjadi media massa utama dan memegang peran
penting dalam pembangunan pertanian dan perdesaan. Penelitian di berbagai
negara seperti dilaporkan menemukan bahwa media siaran radio efektif sebagai
media pendidikan masyarakat perdesaan, seperti di India, Cina, Taiwan dan
Filipina (lihat Jahi, 1993); Depari dan MacAndrews, 1995).
Radio Komunitas
dalam Pemberdayan
Masyarakat Lokal
Pemberdayaan (empowerment)
masyarakat menjadi salah satu aspek yang penting dalam pembangunan. Program pemberdayaan masya-rakat sebaiknya tidak
hanya menunggu program program pembangunan yang dilaksanakan pe-merintah,
tetapi bagaimana seluruh masyarakat dapat berperan aktif memaksimalkan potensi
yang dimiliki.
Dengan demikian partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat diwujudkan
melalui upaya-upaya menggali potensi yang ada di ma-syarakat.
Potensi-potensi yang dimiliki setiap masyarakat selalu
berbeda-beda. Ada yang prospek-tif di bidang pertanian, perikanan, peternakan, kewirausahaan,
perdagangan, kebudayaan dan sebagainya. Oleh karena itu, dibutuhkan sarana, prasarana,
pengelolaan dan strategi yang berbe-da. Istilahnya adalah berbasis lokal.
Artinya ada-lah segala macam bentuk upaya terhadap suatu wilayah harus berdasarkan
karakteristik lokal yang unik dan spesifik, di mana setiap daerah tidak dapat
disamaratakan.
Semangat
tersebut selaras dengan
ha-dirnya radio komunitas. Radio komunitas hadir untuk memenuhi
kebutuhan komunitas yang unik dan spesifik, yaitu memenuhi kebutuhan informasi
komunitas yang tidak dapat dipenuhi oleh me-dia massa pada umumnya (media
mainstream). Ia hadir dalam komunitas yang kecil karena ra-dius jangkauan
siarannya hanya 2,5 km, tidak berorientasi pada bisnis dan bersifat independen
Melihat
karakteristik radio komunitas tersebut, sangatlah tepat jika radio komunitas dimanfaatkan untuk kegiatan
yang positif, yaitu memberdayakan masyarakat lokal (komunitas); lebih dari sekedar fungsi
hiburan atau relaksasi. Acara-acara (contents) radio komunitas dapat digunakan sebagai alat untuk
menggali potensi yang ada dalam komunitas tersebut. Misalnya sa-ja radio komunitas
Swara Desa yang ada di Desa Brosot Kecamatan Galur Kulon Progo.
Sebagai radio komunitas yang diprakarsai oleh warga
masyarakat secara gotong royong,
radio
Swara Desa berupaya memaksimalkan potensi radio tersebut untuk kepentingan
masyara-kat komunitasnya. Melalui dukungan dari para penggerak dan kelompok
monitor yang aktif, Ia hadir sebagai sarana warga komunitas mencoba mengenali dan memaksimalkan potensi yang ada dalam masyarakat tersebut melalui
acara-acara-nya.
Menurut penjelasan Heru, selaku pimpin-an Radio Swara
Desa, hal ini berawal dari asumsi bahwa masyarakat membutuhkan informasi yang ada
di desa Brosot; baik mengenai masalah Bank Pembangunan Daerah (BPD), Anggaran
Penda-patan dan Belanja Daerah (APBD), pertanian, pe-ternakan, perdagangan,
kesehatan dan sebaginya melalui radio komunitas, yang berbeda dengan informasi
yang diterima melalui radio komersial. Visi utamanya adalah menjadi media yang
dapat menyampaikan segala sesuatu yang ada di desa Brosot untuk memajukan
masyarakat Brosot.
Pendidikan Jarak Jauh dengan Media
Radio Komunitas pada Jalur Pendidikan Non Formal
Pendidikan non formal menurut Coombs (1973), ialah
setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis,
di luar sistem
persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau
merupakan bagian penting dari
kegiatan yang lebih luas,
yang sengaja dilakukan
untuk melayani peserta
didik tertentu di
dalam mencapai tujuan belajarnya8.
Pemahaman
tentang pendidikan non
formal ini diasosiasikan
dengan pendidikan luar
sekolah, karena biasanya
ditawarkan oleh lembaga-lembaga di luar sekolah formal dan
pendidikan orang dewasa (adult education) karena diikuti oleh
orang-orang yang berusia
di atas usia
sekolah. Memang tidak realistis bila
kita mengharapkan semua
jenis pendidikan diberikan
di dalam bangku sekolah,
karena jangka waktu
sekolah itu sedemikian
singkat.
Dalam
pendidikan jarak jauh,
program-program itu terbuka bagi
siapa saja dan dimana saja. Waktu untuk mempelajarinya sangat fleksibel mengikuti
kesempatan dimiliki pesertanya.
Tempatnya pun terserah peserta, dimana
saja. Hanya sedikit pertemuan tatap muka yang terikat dengan tempat.
Dalam
konteks yang lain,
sistem pembelajaran jarak
jauh berbasis radio komunitas
dikonseptualisasikan
berdasarkan kerangka kerja komunikasi pembangunan
yang memiliki tujuan
terbatas untuk pemberdayaan rakyat
melalui pembangunan masyarakat
dan penguatannya. Kerangka kerja
konseptual teoritik ini
berguna untuk mengarahkan
aktivitas penyiaran radio selama
dan setelah produksi.
Kerangka kerja ini
dapat menjadi model untuk
mengarahkan dan mendorong
aktivitas pembangunan melalui community-based radio
distance learning system.
Kerangka konseptual
sebagaimana dimaksud di
atas, diilustrasikan sebagai
model sistem berdasarkan content, context, process and format.
Pentingnya Khalayak dalam Siaran Radio Komunitas
Fraser dan Estrada, seperti dikutip Ghazali (2002)
memasukkan lembagapenyiaran swasta (komersial) dan lembaga penyiaran publik
(yang diatur pemerintah) ke dalam kategori mencecoki dan memperlakukan pendengarnya
sebagai obyek semata. Berbeda dengan radio komunitas yang memperlakukan
pendengarnya sebagai subyek dan peserta yang terlibat. Untuk itu, agar dapat
melayani kebutuhan komunikasi, informasi dan pendidikan khalayaknya, maka radio
komunitas harus membatasi daerah jangkauan siarannya pada komunitas berdasarkan
geografis tertentu. Dengan luas jangkauan yang kecil dan terbatas, juga akan
(relatif) semakin murah biaya pendirian dan operasionalisasinya, dan memudahkan
manajemen stasiun sehari-hari.
Unsur penting dalam pendirian lembaga penyiaran
komunitas adalah legitimasi dari (sebagian besar) anggota komunitasnya, sebagai
khalayak siaran radio komunitas. Jika tidak terdapat legitimasi tersebut, maka
kita dapat menyatakan bahwa pendirian stasiun radio komunitas tersebut hanyalah
kehendak sekelompok orang (misalnya aktivis LSM dan atau Kantor Inkom) yang
mengatasnamakan komunitas tertentu. Keberadaan radio komunitas hanya akan kuat
jika didukung anggota komunitasnya, tanpa itu jangan harap radio komunitas akan
bertahan hidup di tengah komunitasnya.
Bagaimana agar sebuah lembaga penyiaran komunitas bisa
mendapatkan dukungan dan legitimasi dari anggota komunitasnya ? Syarat utama
yang harus dipenuhi adalah adanya partisipasi anggota komunitas, mulai dari
tahap perencanaan, penyelenggaraan siaran, sampai evaluasi penyiaran radio
komunitas.
Pada tahap perencanaan, anggota komunitas hendaknya
dilibatkan dalam
menetapkan visi, misi dan tujuan radio komunitas. Visi dan misi sebuah
radio akan sangat menentukan jenis program siaran dan aktivitas lain yang
dijalankan radio. Mengingat anggota suatu komunitas sangat besar jumlahnya,
maka metode-metode partisipatif dapat digunakan untuk memberikan kesempatan
berpartisipasi, seperti metode diskusi kelompok terarah (FGD), metode angket,
wawancara mendalam dan sebagainya. Dengan metode-metode tersebut digali kebutuhan
komunikasi, informasi dan pendidikan masyarakat, permasalahan yang dihadapai,
harapan-harapan terhadap radio komunitas, dan bagaimana bentuk keterlibatan
anggota komunitas.
Peranan Media
Radio Komunitas dalam Kegiatan Instruksional
Siaran
radio dalam kegiatan
pendidikan mengandung dua
jenis kegiatan, siaran radio
yang mengandung unsur pendidikan dan siaran radio untuk
pendidikan Media radio
dalam kegiatan instruksional
dimaksudkan sebagai kegiatan belajar
yang berkisar antara
belajar formal di
kelas sampai pada
kegiatan belajar secara
individual. Untuk mengisi kegiatannya
antara dua titik bentangan
ini, media radio dalam proses
pembelajarannya memerlukan
perancangan program yang
matang. Desain kegiatan instruksionalnya harus
memenuhi segala kebutuhan
aspek kegiatan pembelajaran yang
komunikatif untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam
kurikulernya.
Media siaran radio dalam aplikasi teknologi pendidikan
dimanfaatkan pada empat proyek
kegiatan belajar yang
menurut Wilbur Schramm
(1977) dalam bukunya ”Big
Media, Little Media”
diarahkan dalam kegiatan pembaharuan dalam
pendidikan, pemanfaatan media
dalam perluasan sekolah dan pemanfaatan untuk kegiatan pendidikan non
formal.
Peranan
media radio dalam
kegiatan pembekajaran, bisa berperan
sebagai suatu kegiatan yang mandiri,
atau melengkapi media utama lainnya, ataupun sebagai media utama yang dibantu dengan
media-media lainnya atau bersama-sama
dengan media lainnya.
Peranan media radio
dalam sistem pembelajaran jarak
jauh adalah sebagai salah satu media penunjang terhadap media utama,
yaitu modul, serta
bekerjasama dengan media
lainnya. Media radio sebagai
satu sub sistem
pembelajaran jarak jauh
dirancang dengan mempertimbangkan pertentangan
antara potensi yang
dimiliki dan pemanfaatan kegiatan
pendidikan yang akan dilakukan;
antara kemampuan yang dimiliki
media audio dalam memperbakiki kualitas pembelajaran.
Asumsi dasarnya adalah bahwa akar permasalahan bagi
dunia ketiga dan penduduknya
(perilaku, nilai-nilai yang
tidak inovatif, rendahnya produktivitas dan
lain-lain) adalah berakar
dari kurangnya pendidikan
dan informasi.
Konsekuensinya akar permasalahan yang
dihadapi dunia ketiga akan selesai jika informasi ditingkatkan.
Atas dasar itu, system media massa yang
ada lantas dirancang
pesannya secara baku
dan atas ke
bawah. Masyarakat penerima pesan dianggap pasif dan ditempatkan sebagai
objek. Inilah yang kalau
menggunakan istilah Paulo
Freire disebut sebagai “model komunikasi
gaya bank” (banking
system). Artinya, komunikasi dimana segelintir
orang “pintar” memberi
pesan, mengalihkan “tabungan” pengetahuan, nilai
dan norma-norma mereka
kepada masyarakat “bodoh” sebagai penerima
pesan, agar kelak
mereka “membelanjakan” segenap dalam Kegiatan Instruksional.
Makalah. Disampaikan pada Seminar di Bandung.
KESIMPULAN DAN
SARAN
Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa radio komunitas
dapat menjadi media penyiaran alternatif, untuk mengisi “celah” kebutuhan
komunikasi, informasi, pendidikan dan juga hiburan yang selama ini tidak
diperhatikan oleh lembaga penyiaran publik dan terlebih oleh lembaga penyiaran
swasta komersial yang lebih mengedepankan keuntungan finansial dengan menjadikan
khalayak sebagai obyek semata. Karena lembaga radio komunitas merupakan lembaga
yang dibentuk dari, oleh dan untuk komunitas, maka radio komunitas dapat
menjadi wadah pemberdayaan masyarakat perdesaan untuk bersama-sama berpartisipasi
meningkatkan kualitas kesejahteraan anggota komunitas.
Pemanfaatan radio
komunitas untuk perluasan pendidikan nonformal diyakini mampu
memberikan kontribusi positif terhadap
praktek pendidikan non formal.
Sebagai media massa
yang memiliki keluasan
jangkauan dan jaringan, radio
komunitas diharapkan mampu
menjembatani berbagai keterbatasan yang
dihadapi oleh institusi
penyelenggara layanan Pendidikan Non Formal, maupun hambatan yang
dialami oleh komunitas sebagai sasaran Wajar
Dikdas 9 Tahun.
Dalam keterbatasan lokasi,
ruang dan waktu, komunitas sasaran
diharapkan mampu akses,
berpartisipasi, dan mengelola sendiri radio komunitas sebagai
media pembelajaran yang efektif.
Saran
1.
Perlu adanya program-program yang jelas bagi radio komunitas tersebut,
sehingga tujuannya sebagai media pemberdayaan masyarakat dan pendidikan jarak
jauh pada pendidikan non formal dapat terpenuhi.
2.
Perlu adanya struktur pengelola yang jelas, sehingga
pelaksanaan program radio komunitas bisa berjalan dengan baik.
3.
Dibutuhkan dukungan dari pemerintah dan warga setempat
terkait pengadaan perangkat radio komunitas dan perizinan.
4.
Perlu adanya manajemen keuangan agar radio komunitas tersebut
bisa tetap siaran.
DAFTAR PUSTAKA
Ali
Azis, Muhammad, 2005.Pendekatan Sosio Kultural
dalam Pemberdayaan Masya-rakat, dalam Model-Model Pember-dayaan
Masyarakat, editor Rr. Suhartini dkk.Pustaka
Pesantren: Yogyakarta
Arsyad, Lincoln,
Satriawan, Elan, Handoyo Mulyo, Jangkung,
Fitrady, Ardyanto.2011.Strategi Pembangunan Perdesaan Berbasis
Lokal.STIM YKPN Yogyakar-ta: Yogyakarta
Chusmeru. (2001).
Komunikasi di
Tengah Agenda Reformai
Sosial Politik. Bandung:
penerbit Alumni.
Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. 1994. GBPP
Kurikulum 1994, bidang studi
BI. Jakarta: Depdikbud.
Ellis,
A. Dkk. (1989). Elementary Language Arts
Instructions. New Jersey: Prentice Hall inc.
Prakoso
Imam, Nashir Akhmad, dkk.2000.Mengapa
Harus Radio Komunitas?.combine resource institution: Yogjakarta
Soetomo, 2011.Pemberdayaan Masyarakat.Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Rr Suhartini, A. Halim, Imam
Khambali, Abd Basyid.2005.Model-Model Pember-dayaan Masyarakat.Pustaka
Pesantren: Yogyakarta
Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003.
Undang-Undang
Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002.