Disclaimer: Saya santri NU yang masih belajar, hanya ingin curhat kalau ternyata kita biasa diajari Taqlid buta tanpa tahu darimana sumber rujukan dasar ibadah yang kita lakukan, khususnya Sholat.
Berawal dari kegiatanku sebagai seorang pengangguran professional. Hahaha. Maksutnya aku gak punya kerjaan, hanya sebagai joki tugas, skripsi, jurnal mahasiswa, dsb. Dimana setiap membuat karya ilmiah kita wajib (La Budda = ora keno ora) mencantumkan sitasi dari kutipan yang kita ambil. Kalau bahasa santri ya istilahnya "sanat". Jadi sanat karya ilmiah kita itu harus jelas, kita gak hanya ngarang-ngarang taoi pendapat atau kutipan tersebut dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya. Karya ilmiah saja harus pakai sanat yang jelas, apalagi masalah agama harus lebih wajib lagi. Akhirnya waktu saya membaca-baca kembali tentang bacaan sholat di buku panduan sholat dan kitab fiqih. Memang sedikit berbeda karena di buku panduan sholat ada beberapa tambahan lafadz. Sebenarnya saya sudah lama tahu hanya saja belum begitu tertarik untuk mendalaminya, karena mikirnya ya pasti lah ada sumbernya. Nah karena kebiasaan menggunakan sitasi disitu saya mulai bertanya-tanya "Sebenarnya darimana asal tambahan bacaan itu, kok di kitab hadist dan fiqih gak ada"??
Ini aku cerita ya, mungkin sobat pembaca ada yang sama kayak saya. Awal Mula kita diajari cara Sholat dan bacaannya, baik disekolah SD maupun di TPQ entah kenapa buku yang dipakai sebagai sumber pembelajaran Sholat adalah buku "panduan sholat lengkap"?? atau setidaknya ajaran dari guru-guru kita sama dengan isi buku panduan sholat, bukan dari kitab-kitab Fiqih? Yang mana isi dari buku tersebut sedikit berbeda dengan yang ada di Hadits ataupun kitab Fiqih. Berbedanya karena ada beberapa bacaan yg ditambahi, seperti:
#Do'a Iftiftah: menggabungkan 2 Do'a Iftiftah Dan menambah lafafz "inni" sebelum "wajjahtu"
#Ruku dan sujud: ada Tambahan "wa bihamdihi" diakhir Bacaan rukuk Dan sujud
#Duduk diantara Sholat: ada Tambahan "wa'fu'anni" diakhir Bacaan
#Tasyahud awal Dan akhir: Tambahan Bacaan sayyidina
Karena dari awal kita diajari seperti itu, ya kita menganggap bahwa itu adalah satu-sastunya bacaan Sholat yang benar. Padahal ada banyak sekali macam bacaan sholat. Yang ingin aku bahas bukanlah masalah tambahannya. Karena kalau kita tanyakan sumber dari tambahan bacaan sholat diatas pada Kyai NU, beliau-beliau pasti bisa menjelaskan dasar-dasarnya. Tapi aku sebagai santri NU tidak pernah diajari tentang asal tambahan-tambahan lafadz tersebut. Sebab kalau kita membaca kitab-kitab Fiqih yang masyhur seperti Fathul Mu'in, maka kita tidak akan mendapatkan pembahasan tentang tambahan lafadz diatas. Jadi kita ini hanya dididik untuk Taqlid buta tanpa tahu sumber bacaan Sholat yang biasa kita baca.
Masalah utamanya adalah kalau kita bertemu dengan orang selain NU Dan menanyakan, "Kok Bacaan Sholatmu gak sama seperti dalam Hadits atau kitab Fiqih"? Kita pasti hanya plonga plongo gak tau harus jawab apa, bahkan kita sendiri gak sadar kalau bacaan Sholat kita selama ini memiliki banyak tambahan. Efeknya secara tidak langsung kita justru merendahkan NU sndiri. Dan menurutku wajar sih kalau kita biasa di bilang banyak bid'ah nya. Bukan mereka yang salah, tapi kita sebagai santri yang gak bisa menjelaskan pada meraka. Iya gimana kita jelaskan, lha Wong kita sendiri aja gak pernah dikasih tau rujukan atau dasar bacaan sholat kita.
Lebih report lagi kalau kita melamar kerja di Lembaga Islam yang selain NU. Terus kita di test Sholat, dan bacaan sholat kita seperti yang diajarkan dalam NU. Kemudian mereka tanya, "Lho kok bacaannya beda dari hadits dan kitab Fiqih??? Terus kita bingung karena gak tahu harus jawab apa. Mau ditaruh mana wajah NU coba, sebagai ormas terbesar di Indonesai ternyata santrinya bodoh gak tahu dalil. Kan pasti berbeda kalau kita diajari dan dibiasakan untuk tidak taqlid buta, sehingga kita jadi paham dan tentu bisa jawab kalau ada soal-soal semacam itu. Pasti NU jadi terlihat keren karena santrinya ternyata paham dalil-dalil dalam agama.
Ini yang saya maksud dengan Budaya Taqlid. Saya sebenarnya yakin sekali kalau kyai NU itu saking luas Ilmu agamanya meraka paham dengan hukum-hukum sehingga mampu menggabungkan atau menambahkan dalam Bacaan sholat berdasarkan hadits dan pendapat-pendapat Ulama. Tapi Santri yang gak diajari akhirnya Taqlid tanpa tahu apa-apa.
Alhamdulillah-nya saat ini ada sosok NU yang sudah menjawab semua keluh kesahku yaitu Gus Baha. Beliau pernah menyampaikan bahwa dalam setiap ngajinya harus berdasarkan Alqur'an Dan Hadits ataupun pendapat-pendapat yang masyhur. Dengan begitu kita sebagai santri menjadi tahu bahwa ibadah kita gak asal-asalan Dan yang penting kita tahu darimana sumbernya.
Sekian Dan Terimakasih