Pengalaman Pendakian Di Gunung Sindoro - Gudang Ilmu

Thursday, November 8, 2012

Pengalaman Pendakian Di Gunung Sindoro




Sabtu, 3 November 2012 etos pecinta alam kembali melakukan ekspedisi pendakian, kali ini yang menjadi target adalah gunung sindoro, Temanggung. Etoser yang akan melakukan pendakian ada 4 orang, yaitu; ridho, tarno, udin kecil, dan cahyo. Sesuai dengan rencana, kita berangkat dari semarang jam 4 sore. Setelah menyiapkan semua peralatan dan kebutuhan yang akan dibawa, kita langsung meluncur ke temanggung dengan menggunakan sepeda motor. Ow ya, tidak lupa sebagai umat yang beragama sebelum berangkat kita berdo’a dulu, semoga selamat sampa tujuan, tapi tujuan kita bukanlah puncak sindoro melainkan asrama etos.
            Sampai ungaran perjalanan macet, banyak orang yang baru pulang dari kerja. Sehingga kita pun tidak bisa melaju dengan cepat, terpaksa harus melaju dengan kecepatan rendah. Setelah belok ke arah magelang-jogja baru perjalanan bisa dikatakan lancar. Baru sampai di daerah ambarawa adzan maghrib sudah berkumandang. Kebetulan waktu itu aku dan ridho puasa, jadi adzan maghrib adalah waktu yang paling ditunggu2. Kita berbuka dengan sebotol minuman dan kita minum dalam keadaan motor masih melaju. Ya nggak apa-apa namanya juga terpaksa, he
Singkat cerita selelah melalui perjalanan yang begitu panjang dan melelahkan, alhirnya sampai juga di basecame pendakian gunung sindoro. Letaknya sebelum perbatasan temanggung-wonosobo. Tidak lupa sebelum kita mendaki, kita makan dulu sebagai asupan tenaga buat perjalanan muncak nanti. Kita makan bekal yang sudah kita bawa dari semarang ada nasi dan lauk-sayur yang baru saja dibeli dipinggir jalan. Rasanya enak sekali, karena emang saat itu kita bener-bener kelaparan.
Oke, sebelum berangkat tidak lupa kita mengeluarkan alat-alat yang perlu dibawa seperti senter, jaket, dll. Setelah semua dirasa siap semua, kita langsung berangkat untuk melakukan pendakian. Kira-kira saat itu sekitar jam setengah sepuluh. Seperti biasa sebelumnya kita berdo’a dulu, agar diberi kemudahan dan kelancaran dalam mendaki serta selamat sampai tujuan.
Bismillah, akhirnya kita berangkat juga. Jalan sebelum masuk hutan, relative landai  dan dilapisi dengan batu  dan  jadi nggak terlalu berat. Untungnya kali ini cuaca cerah banget, sehingga dalam perjalanan kita bisa melihat gunung sumbing, saudaranya gunung sindoro. Perjalanan dari basecamp ke hutan hampir sekitar 1 jam, lumayan jauh juga namun karena kita melakukan pendakian di malam hari jadi nggak terasa soalnya kita nggak melihat jauhnya jalan yang akan kita lalui.
Mulai memasuki hutan, jalanan masih landau dan bertanah pastinya. Dengan langkah yang mantap dan pasti kita terus berjalan, karena puncak masih jauh diatas. Ow ya, sebelumnya si udin sudah 3x muncak digunung sindoro ini. Tapi kali ini ada sedikit masalah, banyak sekali percabangan jalan, kita mulai ragu-ragu. Namun kita tetap melangkah, jalannya mulai agak naik, tapi belum seberapa. Hingga akhirnya setelah kita berjalan cukup jauh kita bertemu dengan pendaki lain yang sedang nge-camp. Tapi perjalanan masih begitu panjang, kita pun naik-naik ke puncak gunung tinggi-tinggi sekali, hehehe
Sampai akhirnya kita dipertemukan dengan sebuah percabangan, dan kita nggak tahu mana jalan yang kea rah puncak. Bahkan si udin pun yang sudah muncak 3x lupa jalannya. Yang ke kana nada tanda panah dengan tulisan stupa, sedangkan yang ke arah kiri tidak ada. Dengan segala keyakinan kita memilih jalan yang ke  kanan. Tapi semakin lama jalannya turun dan turun, nah disitu kita mulai ragu, harusnya muncak itu jalannya naik, bukan turun, namun kita tetap melanjutkan perjalanan siapa tahu nanti abis ini jalannya naik.
Tarno, orang yang berjalan di depan tiba-tiba menginstruksikan kalau jalannya buntu. Aku nggak tahu apakah buntu bener atau tidak? Namun setelah dpikir-pikir kita memutuskan untuk kembali, mungkin ini jalan yang salah dan kita mencoba jalan yang ke kiri. Kali ini jalannya naik terus, tapi setelah berjalan agak jauh seperti jalan yang pertama, kata si tarno jalannya buntu. Nah dari situ mulailah timbuk rasa takut dalam diriku. Gimana ini kalau jalannya buntuk semua, apa yang harus kita lakukan? Masak kita harus pulang dan nggak jadi muncak?
Dengan bijak, si ridho berkata:”bagaimana kalau kita turun lagi sampai pas ketemu orang yang nge-camp tadi, siapa tahu jalan yang bener ditutupi sama tendanya”. Kita pun langsung turun, bayangkan, padahal jarak perjalanan yang sudah kite lewati itu cukup jauh dan harus kembali lagi ke bawah.
Pastinya teman-teman yang lain juga merasa khawatir, bagaimana kita bisa muncak kalau tidak tahu jalan menuju ke puncak. Sudah lumayan banyak tenaga yang terbuang karena tersesat. Sampai orang nge-camp, dicari jalannya ternyata nggak ada. Ya sudah akhirnya kita memutuskan untuk nge-camp saja dan melanjutkan perjalanan esok pagi. Rencana untuk sunrise di puncak gagal total. Setelah dapat tempat yang pas, lalu kita dirikan tenda dan mulai membuat minuman hangat, kopi dan nutriasari, hehe
Malam yang biasanya kita lalui diasrama begitu singkat, sekarang malam terasa begitu panjang. Pas sekali dengan sabda nabi: “malam itu panjang, jangan kau memendekkannya dengan tidur.” Untuk mengembalikan energi yang sudah banyak terbuang, kita pun langsung istirahat, saat itu sekitar jam 1 an. Rencananya kita mau muncak jam 4 pagi. Tapi juga gagal, karena kita semua masih pada tidur, ya mungkin karena kecapeaan setelah perjalanan semalam.
Jam setengah 6 baru bangun semua, tidak lupa sholat subuh dulu. Meskipun di hutan kita juga harus tetap menjaga keimanan dan ketaqwaan, insya Allah kalau bisa seperti itu kita akan selamat dimanapun kita berada.
Ya udah akhirnya mau nggak mau pagi itu juga kita harus muncak karena kita sudah sangat telat sekali. Harusnya fajar tadi kita harus berangkat. Tapi apa boleh buat, kita hanya bisa berencana Tuhanlah yang menentukan semuanya.
Ow ya, ada yang membuatku sangat tertegun. Disamping camp kita ada 2 orang ibu2 yang sedang mencari kayu. Dalam hati aku berkata “luarbiasa sekali”, tau ndak jarak perumahan dari kita nge-camp itu sangat jauh, tapi bisa-bisanya ibu2 itu mencari kayu sampai sana. Apalagi nanti kalau pulangnya sambil membawa kayu. Manusia gunung emang super2. Tenaganya tidak diragukan lagi, bahkan ibu2 sekalipun.
Aku nggak tahu mungkin ibu2 itu sengaja dikirim Tuhan untuk meunjukkan kepada kita jalan yang benar. Gimana tidak, setelah kita Tanya kepada salah seorang ibu, “kemana jalan menuju puncak?” beliau menjawab: “yang ke arah timur mas”, ow berarti itu yang ke arah kanan. Padahal tadi malam kita sudah mencoba jalur yang kanan, tapi jalannya meragukan, ya  mungkin karena gelap atau apa aku nggak tahu.
Seperti yang ibu pencari kayu katakan, kita langsung melanjutkan perjalanan dan saat ketemu dengan pertigaan akan mengambil jalur yang kanan. Eh benar saja, setelah kita telusuri akhirnya kita yakin bahwa ini adalah jalan menuju puncak, meskipun jalannya sempet  turun, tapi abis itu jalannya naik terus.
Langkah demi langkah, kita terus menapaki jalan ditengah hutan dan sesekali melewati bebatuan yang besar-besar. Ya maklum karena jalur pendakian ke gunung itu biasanya jalan air, makanya jalannya banyak bebatuan.
Nafas pun mulai ngos-ngosan, namun akhirnya kita sampai juga di pos 3, diketinggian sekitar 2350 MDPL. Sesekali kita juga bertemu dengan pendaki lain yang turun, tidak lupa saling menyapa dan bertanya, darimana asalnya. Perjuangan yang luarbiasa, harusnya tadi malem kita ng-camp di pos 3. Tapi nggak apa-apa insya Allah ini yang terbaik. Sampai di pos 3 sekitar jam 9 nan, karena sudah capek kita istirahat sebentar untuk mengumpulkan energy kembali. Sambil minum-minum karena tenggorokan sudah sangat kering.
   Puncak sindoro sudah semakin dekat, itu membuat semangatku kembali membara. Kali ini jalannya berbeda dari yang sebelumnya. Lebih menantang dan lebih berbahaya, karena bebatuan yang begitu banyak dan derajat ketinggiannya semakin tinggi. Ini akan membutuhkan banyak sekali tenaga.
Apalagi aku, jantungku yang lemah membuatku cepat capek dan kehabisan nafas. Baru 1 menit jalan, aku sudah ngos-ngosan, track nya sangat luarbiasa. Setelah aku tahu ternyata punak masih jauh, aku menjadi lemas tak berdaya. Bisa dibilang ini adalah perjuangan antara hidup dan mati. Bahkan aku hampir saja menyerah karena merasa sudah tidak punya kekuatan lagi. Padahal puncak masih jauh. Setiap kali melihat ke puncak yang masih jauh, saat itu juga aku seperti orang yang kehilangan harapan.
Dengan cakra yang tersisa yang hanya tinggal sedikit, aku mencoba untuk terus melangkah meskipun setiap satu menit harus berhenti karena tenaganya sudah tidak kuat dan juga nafasnya yang hampir habis. Aku seperti kambing yang kepanasan, menggos-menggos.
Puncak-puncak, bisakah aku menggapaimu. Ingin sekali aku segera sampai puncak untuk melepaskan semua kelelahan ini. Ow ya, ada yang kelewat. Jadi dari tempat kita nge-camp yang membawa tas carrier adalah aku. Jadi selama perjalanan aku membawa beban yang paling berat. Mungkin itu juga yang membuat aku kehabisan tenaga dan juga cepat kehabisan nafas.
Sebenarnya kawan-kawan keadaannya juga sama, sama-sama kehabisan tenaga dan juga kehabisan nafas. Tapi mereka mending, karena mereka hanya bawa tas kecil yang bebannya tidak terlalu berat. Tapi nggak apa-apa aku rela menderita demi adek-adek2ku. Yang penting kita semua happy.
Gunung sindoro memiliki beberapa puncak bayangan, jadi setiap kali kita mengira itu puncak ternyata bukan. Diatasnya masih ada puncak lagi, beberapa kali seperti itu. Nah itu yang membuat aku jadi kehilangan semangat. Tapi keinginan untuk sampai puncak sangat luarbiasa. Jadi apapun yang terjadi aku akan tetap terus mendaki sampai puncak.
Serasa diambang batas, antara hidup dan mati. Saat itu aku bener-bener berada pada titik darah penghabisan, berada pada titik terakhir kehidupan. Karena sudah tidak ada lagi kekuatan yang aku miliki. Apalagi untuk melangkah untuk bergerak saja berat.
Namun Allah adalah Tuhan yang Maha Pengash lagi Maha Penyayang. Disaat-saat seperti itu aku masih diberi kekuatan untuk melangkah, meskipun rasanya sudah tak karuan, karena tulang terasa kedor semua.
Jalan menuju puncak naik dan naik terus. Dibutuhkan tenaga yang lebih untuk melangkah naik. Aku pun hanya bisa pasrah dengan kekuatan yang tersisa. Namun dengan keyakinan yang kuat, yang tertancap dalam hati. Untuk mencapai puncak, sedikit demi sedikit aku terus melangkah dan puncak pun makin terlihat dekat.
Naik dan naik terus, akhirnya segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam kita semua mencapai puncak. Si udin dan si tarno pun berteriak keras “hore puncak, hore puncak” kemudian aku lihat tarno sujud syukur. Sebagai ungkapan rasa syukur yang tiada terkira. Karena sudah diberi kekuatan untuk sampai puncak.
Puncak akhirnya kita bisa menggapainya. Jadi dipuncak sindoro itu ada kawah yang cukup luas dan dibawahnya menyemburkan gas belerang yang baunya nggak enak. Kata si udin dibawah kawah juga ada makam-makam pendaki yang meninggl ketika mendaki. Tapi kita nggak sampai turun ke bawah. Soalnya capek berat dan kehabisan tenaga.
Di puncak kita masak-masak dan mendirikan tempat untuk berteduh. Meskipun dipuncak tapi tetep saja panas, karena mataharinya juga semakin dekat. Hawa dinginnya tidak begitu terasa. Diatas kita masak mie, sarden dan nasi. Tapi nasinya tidak bisa mateng, ntah karena airnya yang kurang atau apinya yang kurang panas. Ya udah akhirnya kita makan mie, sarden dan sedikit nasi yang kelihatan udah matang. Tapi tetep saja sebenarnya masih mentah.
Setelah makan, abis itu kita sholat dan mulai foto-foto. Karena dirasa cukup, kita mulai berkemas dan bersiap untuk turun. Perjalanan turun bakalan tidak kalah ketika naik. Karena tenaga yang tersisa tidak banyak, ditambah rasa capek dan pegel yang belum hilang.
Singkat cerita, kita menuruni bukit sampai pos 3. Meskipun turun tapi tetep saja ngos-ngosan. Jarak dari puncak sampai pos 3 ternyata jauh sekali. Untuk mengejar waktu kita tidak beristirahat terlalu lama, karena saat itu sudah sore. Setelah pos 3 kemudian kita mulai memasuki hutan. Kalau kita kemalaman dihutan bisa bahaya, oleh sebab itu kita cepat2.
Sampai di hutan jujur saja sebenarnya kakiku sudah tidak kuat. Sudah tidak kuat untuk menuruni bukit lagi. Lututku tidak kuat menahan beban tubuhku. Namun lagi-lagi aku harus memaksakan diri, karena hutan sudah mulai gelap. Kalau tidak bisa bahaya.
Aku pun terus berlari menuruni bukit, karena kalau dibuat jalan justru malah nggak kuat. Jalan dan lariku sudah nggak seimbang lagi, kaki rasanya sempoyongan menahan beban tubuh. Benar2 diambang batas, antara hidup dan mati. “Ingin aku berteriak: “aku sudah tidak kuat lagi”.
Mungkin keadaan teman-teman juga sama, tapi aku lihat si ridho dia masih punya kekuatan untuk berjalan. Mungkin karena dia sering muncak, jadi sudah terbiasa. Tapi aku sudah tidak punya kekuatan lagi. Tak ku sangka ternyata untuk keluar dari hutan lama sekali. Dan aku bener-bener sudah tidak kuat lagi.
Ya Allah berilah aku kekuatan, aku sudah tidak kuat lagi untuk melangkah dan aku ingin segera sampai di basecamp untuk melepas segala kelelahan ini. Dalam hati aku berdo’a. karena begitu lelahnya aku sampai-sampai tidak merasakan lelah. Dan aku terus melangkah dengan kaki yang sempoyongan. Pintu keluar hutan masih jauh juga, dan aku terus melangkah hingga akhirnya aku lihat seberkas cahaya. Yang berarti sebentar lagi kita akan keluar hutan.
Alhmadulillah, pintu keluar sudah di depan. Tapi aku juga sudah tidak kuat lagi jadi sebelum keluar aku dan kawan2 istirahat dulu. Perjalanan dari hutan ke basecamp hampir satu jam. Dan singkat cerita akhirnya kita sampai juga di basecamp. Puji syukur bagi Allah.
Akhirnya aku bisa melepas segala lelahku. Namun perjalanan belum berakhir. Abis itu kita siap-siap untuk balik ke semarang. Tapi sebelumnya bersih2 dan sholat terlebih dulu. Setelah dirasa semua siap kita langsung bergegas untuk pulang ke semarang. Seperti waktu berangkat aku diboncengkan si udin dan si tarno diboncengkan sama si ridho.
Tak ku sangka meskipun lelah tapi si udin masih bisa naik motor dengan kecepatan tinggi. Ya meskipun aku takut, tapi aku percaya saja kalau semua akan baik-baik saja. Tapi apa yang terjadi ketika sampai di daerah ambarawa, dengan kecepatan tinggi si udin menyelip bis besar dari sebelah kiri. Lalu si udin kehilangan keseimbangan, akhirnya ia oleng ke kiri di jalan yang berbatu motor pun tidak bisa dikendalikan dan motor pun terpelosok ke got, dan untungnya kita berdua tidak apa2, subhanalloh sekali. Aku benar-benar bersyukur.
Saat itu pikiranku bener2 sudah kemana2, diantara hidup dan mati. Kali ini Allah masih menyelamatkanku. Mungkin hikmahnya supaya udin tidak naik motor dengan kecepatan tinggi lagi. Si udin emg lucu, bahkan dia pernah naik sepeda motor sambil tidur akhirnya terjatuh untungnya ada ibu2 yang menolongnya.
Untungnya juga motornya masih bisa jalan meskipun kunci kontaknya hilang. Akhirnya si udin dibonceng sama si tarno, dan aku bonceng si ridho. Singkat cerita kita sudah sampai di banyumanik. Kali ini ridho yang hampir menjatuhkanku. Dalam kecepatan tinggi, tidak tahu kalau di depan ada gunungan jalan yang cukup tinggi dan lebar saat itu aku pun langsung terbang, untung saja jatuhnya masih di motor. Kalau ndak bisa bahaya.
Emang bener2 diambang batas, antara hidup dan mati. Tapi Alhamdulillah Allah masih menyelamatkanku dan kawan2. Akhirnya kita sampai juga di Tembalang tapi sebelum ke asrma kita makan dulu di oishi, Karena perut rasanya sudah sangat lapar sekali. Nyaemmmmm, enak..
Oke kawan, itu sedikit yang bisa aku ceritakan. Kembali lagi dengan magister pengelana dengan cerita yang tidak kalah serunya tentunya.
ow ya ini dia foto-foto di puncak sindoro:





Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda